Makam Ki Ageng Enis Solo
Masjid Laweyan merupakan masjid tertua di Laweyan, yang dididikan tahun 1546 Masehi. Menilik tahun bedirinya, mesjid ini dibangun sebelum Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya menjadi Sultan Pajang antara tahun 1568-1582.
Masjid Lawayan dibangun oleh Ki Ageng Henis. Ki Ageng Henis adalah Putra dari Ki Ageng Sela yang masih keturunan Raja Brawijaya yang berarti masih keturunan raja-raja Majapahit. Ki Ageng Henis inilah yang kemudian menurunkan raja-raja dinasti mataram islam.
Kyai Ageng Henis adalah putera Ki Ageng Sela, keturunan langsung Brawijaya V, raja terakhir Majapahit. Saking saktinya konon Ki Ageng Sela bisa menangkap petir. Saya masih ingat sedikit di masa kecil orang tua-tua cerita bahwa kami sebagai orang Mataram bila saat petir menyambar dapat menyahutnya dengan bilang, “Gandrik! Putune Ki Ageng Sela!” (Astaga! (Saya) cucu Ki Ageng Sela!). Dengan begitu, petir akan menghindar.
Menurut Babad Jawa versi Mangkunegaran, Ki Ageng Sela menikah dengan Nyai Bicak putri Ki Ageng Ngerang dan memiliki 6 puteri serta satu putera bungsunya, yaitu Kyai Ageng Henis.
Gapura paduraksa Makam Kyai Ageng Henis Laweyan, dengan tengara nama tempat dan tengara Cagar Budaya yang menempel pada dinding tembok cukup tinggi. Di dalam tembok luar itu terdapat sebuah pendopo dengan beberapa makam di depannya, bersebelahan dengan gapura paduraksa kedua yang memisahkan pendopo dengan area kubur yang luas.
Dalam kisah Nagasasra dan Sabuk Inten karya SH Mintardja, diceritakan bahwa masa kecil Mahesa Jenar dilalui sebagai teman bermain Nis atau Ki Ageng Sela Enom. Nis itu kemudian dikenal sebagai Ki Ageng Ngenis atau Henis. Mahesa Jenar mendapatkan bisa ular Gundala Seta dari Ki Ageng Sela, yang membuat Mahesa Jenar kebal terhadap segala macam racun.
EmoticonEmoticon