Subhanalloh Maulana Syekh Abdul Majid, Pendiri organisasi Nahdatul Wathan. Lombok adalah sebuah pulau di Nusantara yang berada di sebelah timur pulau Bali. Masuknya Islam ke Lombok sekitar abad ke-14 tidak jauh berbeda dengan daerah sekitarnya, seperti Makasar, Buton, Bone, Sumbawa, dan pulau-pulau lainnya di sekitar Nusa Tenggara. Menurut Raden Itarawan (1998), Islam masuk ke Lombok dibawa oleh Sunan Giri bersama dengan 44 pengikutnya ketika terdampar di desa Bayan yang penduduknya masih menganut paham animisme. Penyebaran Islam di Lombok ditandai oleh peninggalan Masjid "Belek" di Bayan.
Dari sinilah, Islam di Lombok terus berkembang sebagai agama yang dianut oleh masyarakat. Perkembangan Islam di Lombok seiring dengan kemunculan para penyebar Islam (juru dakwah) seperti apa yang penah diajarkan Sunan Giri untuk membebaskan masyarakat dari paham animisme menjadi masyarakat Muslim. Pada gilirannya, lahirlah sosok-sosok ulama Lombok pada awal abad ke-20 yang disebut Tuan Guru yang memiliki pengetahuan agama yang luas untuk meneruskan tradisi dakwah dari para pendahulunya yang telah meninggalkan warisan intelektual yang sangat berharga serta membebaskan masyarakat dari kebodohan dan keterbelakangan akibat kolonialisme Belanda.
Penyebaran Islam di Lombok
Misi penyebaran Islam yang dulunya diwakili oleh para Wali Jawa diambil alih oleh Tuan Guru yang dibarengi pula pertumbuhan pondok pesantren yang menyedot banyak pengikut dari segala penjuru dan dari luar pulau Lombok. Perjuangan Tuan Guru diarahkan untuk mensucikan Islam dari unsur-unsur kepercayaan lain dengan menganjurkan kembali pada al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber pedoman Islam yang utama (Erni Budiawanti (2000).
Menjelang musim haji pada saat itu sekitar tahun 1923 M, Muhammad Saggaf yang pada saat itu tengah berusia 15 tahun, berangkat ke Tanah Suci Makkah untuk melanjutkan studinya, memperdalam berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan islam dengan diantar langsung oleh kedua orangtuanya bersama adiknya, yaitu Muhammad Faishal dan Ahmad Rifa’i serta seorang kemenakannya.
Bahkan pada saat itu salah seorang gurunya ikut serta dalam rombangan itu, yaitu Tuan Guru KH. Syarafuddin dan beberapa anggota keluarga dekat lainnya.
Beliau belajar di Tanah Suci Makkah selama 12 tahun. Di kota suci itu beliau mula-mula belajar di Masjidil Haram. Ayahnya sangat selektif dalam mencarikan dan menentukan seorang guru yang akan mengajar dan mendidik putra kesayangannya itu. Ayahandanya meyakini bahwa seorang guru adalah sumber ilmu dan kebenaran serta menjadi contoh dan panutan bagi muridnya dalam segala aspek kehidupan baik dalam pola berfikir dan berperilaku, sehingga ilmu dan didikan yang diperoleh sang murid berguna dan bermanfaat bagi kehidupan baik di dunia dan di akhirat.
Berhari-hari bahkan berbulan-bulan ayahnya sibuk mencarikannya seorang guru yang tepat dan cocok untuk mengajari dan mendidik anaknya. Kemudian bertemulah ayahnya dengan seorang syaikh yang belakangan dikenal dengan Syaikh Marzuki. Dari cara dan metode yang digunakan dalam mengajar, Tuan Guru KH. Abdul Majid merasa cocok jika syaikh tersebut menjadi guru bagi anaknya.
Syaikh Marzuki adalah seorang keturunan Arab kelahiran Palembang. Ia sudah lama tinggal di Makkah dan mengajar mengaji di Masjidil Haram. Ia fasih berbahasa Indonesia dan Arab. Kebanyakan muridnya berasal dari Indonesia. Ada yang berasal dari Palembang, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur maupun Lombok.
Salah seorang murid Syaikh Marzuki yang berasal dari Lombok bernama H. Abdul Kadir dari desa Mamben Lombok Timur. H. Abdul Kadir sudah setahun lebih belajar di Makkah pada waktu itu.
Namun pada akhirnya Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid merasakan ketidakcocokan terhadap Syaikh Marzuki karena dirasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam menuntut ilmu. Karena pada saat itu sang guru mengajarkan kitab gundul yang tidak memiliki baris sedangkan beliau masih murid baru dan dapat dikatakan masih awam dalam mempelajari kitab-kitab gundul yang tidak memiliki baris tersebut, sehigga beliau berfikiran ingin memulai pelajarannya dari awal agar mampu membaca dan memahami makna yang terkandung dalam kitab gundul tersebut. Setelah ayahnya pulang ke Lombok beliau langsung berhenti belajar mengaji pada Syaikh Marzuki.
EmoticonEmoticon