2016/11/11

Makam Ki Ageng Tunggul Wulung

Ki Ageng Tunggu Wulung - Menurut Kisah yang dimiliki salah satu dari keturunan beliau. Makam Ki Ageng Tunggul Wulung berada Dusun Tanjek, Desa Tanjekwangir. Berdasarkan dari sejarahnya, pada masa Kerajaan Majapahit Beliau sebagai Senopati dan beliau juga merupakan keturunan dari penguasa Majapahit.


Makam Ki Ageng Tunggul Wulung
Beliau pada masa Majapahit bergelar Senopati Sabdojati Among Rogo. Beliau dikenal sebagai sosok yang gagah berani dan merakyat serta diberi berkah kekuatan/kesaktian tenaga fisiknya oleh Allah Swt. Konon setelah Ki Ageng Tunggul Wulung bertempat tinggal dan menjadi warga Sendang Agung Minggir Sleman Yogyakarta, pada suatu waktu terjadi peperangan melawan pemberontak yang memberontak kepada pemerintahkerajaan (mungkin Kesultanan Mataram Islam/Keraton Yogyakarta Hadiningrat) waktu itu.

Ki Ageng Tunggul Wulung Tampil sebagai Kesatria melawan Kaum Pemberontak tersebut dan ALHAMDULILLAHI RABBIL ‘AALAMIIN dalam peperangan tersebut pihak pasukan Kearton Yogyakarta yang dibantu Ki Ageng Tunggul Wulung memperoleh kemenangan dalam menumpas kaum pemberontak tersebut. Saat terjadinya peperangan tersebut bersamaan pula Isteri Beliau yang bernama Raden Ayu Gadung Mlati sedang hamil mengandung anak Beliau yang nomor 2 yang setelah lahir diberi nama Isma’il.

Setelah selesai peperangan Ki Ageng Tunggul Wulung beserta keluarga dan masyarakat setempat menjalani kehidupan sebagaimana biasa dalam keadaan normal.Namun demikian, semua yang ada di muka bumi, yang ada di dunia ini semuanya adalah makhluq ciptaan Allah swt, semuanya tidak akan terlepas dari Kekuasaan dan kehendak Allah swt. Kesaktian apapun yang dimiliki manusia, bila manusia telah sampai ajalnya, maka manusia pasti meninggalkan kemewahan dan kesenangan hidup ini, Isteri dan anak-anak yang disayang dan dibanggakan pasti berpisah dan ditinggalkan, harta yang melimpah tidak akan dibawa mati. Ki Ageng Tunggul Wulung meninggal dunia seperti meninggalnya manusia pada umumnya (bukan mukswa). Beliau dipanggil oleh Allah swt untuk menghadap kehadirah Allah swt. Sebesar atau sekecil apapun amal shalih manusia, sebesar atau sekecil apapun jasa kebaikan atau keburukan manusia pasti tidak akan terlepas dari pertanggungjawaban dan akan akan memperoleh balasan di hadapan Allah swt sebagai satu-satunya hakim Yang Maha Adil, Yang Maha Besar dan Maha Bijaksana. Semoga Almarhum mendapatkan Ridha dan Rahmat Allah swt, aamiin yaa Rabbal’aalamiin. Demikian juga Istyeri Beliau yang bernama Raden Ayu Gadung Melati meninggalnya seperti meninggalnya manusia biasa (bukan mukswa).

Dari versi Keturunan Ki Ageng Tunggul Wulung yang berada di Jawa Timur Ki Ageng Tunggul Wulung beranak 4 orang yaitu : 1. Juwa Iko (laki-laki); 2. Isma’il (laki-laki); Natu (perempuan); 4. Warso (laki-laki).

Sepeninggal Ki Ageng Tunggul Wulung, ke empat anaknya bertempat tinggal di Ponorogo.
Selanjut ketiga anak Beliau (Juwa Iko, Isma’il, Natu) akhirnya menetap di Desa Wanengpaten Gampengrejo Kediri Jawa Timur sampai dengan meninggal dunia dan dimakamkan disana.
Juwa Iko memiliki anak diantaranya H. Mukthi yang kebetulan mendapatkan berkah sekaligus amanah dari Allah menjadi Kepala Desa Wanengpaten pada waktu itu, keturunan H. Mukthi sangat banyak di Wanengpaten Kecamatan Kediri yang selanjutnya menyebar/ada yang pindah menetap di berbagai daerah di Indonesia.

Demikian juga Isma’il mendapatkan berkah sekaligus amanah dari Allah, diantara anaka Isma’il yang bernama H. Hasan yang kemudian bersama masyarakat Wanengpaten Gampengrejo Kediri mendirikan masjid dan Madrasah Ibtida’iyah, Pondok Pesantren di desa tersebut, sampai sekarang masih ada dan berfungsi. Masjid dan dan Madrasah Ibtidaiyah di Desa Wanengpaten tersebut bernama Miftahul Huda.

Keturuan Isma’il bin Ki Ageng Tunggul Wulung sangat banyak di Wanengpaten Gampengrejo Kediri yang selanjutnya menyebar/ada yang pindah menetap di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan keturunan Isma’il ada waktu itu berada dan menetap di Singapura.
Adapun Natu sampai ajalnya tidak memiliki keturunan karena tidak menikah. Adapun Warso akhirnya menetap di Jiwan Madiun Jawa Timur beserta keturunannya yang kemudian keturunannya juga ada yang menyebar di daerah lain di Indonesia.

Sehingga sampai saat ini Keturunan Ki Ageng Tunggul Wulung ada yang di Kediri (Desa Wanengpaten Kec. Gampengrejo Kab. Kediri Jawa Timir), Nganjuk, Tulungagung, Banyuwangi, Surabaya, Madiun, Ponorogo, Magetan, Sleman, DIY, Lampung, DKI Jakarta, Kalimantan
Walupun tidak mungkin dihindari adanya pepatah ibarat tak ada gading yang tak retak, tidak semua madu terjamin benar-benar murni, tidak perlu dimungkiri mungkin ada juga sebagian keturunan Ki Ageng Tunggul Wulung yang kurang sempurna/kurang baik sebagai manusia biasa.
Demikian, sekilas kisah Ki Ageng Tunggul Wulung yang sangat singkat ini, Insya’ Allah akan ada penyempurnyaan yang lebih lengkap.

Kisah ini ditulis bertujuan sekedar untuk memberikan masukan supaya tidak terjadi pengkultusan individu kepada Almarhum dan steri Beliau maupun Keturunan Beliau, dana supaya Keturunan Beliau tidak bersikap bangga dengan mengetahui bahwa dirinya adalah Keturunan Ki Ageng Tunggul Wulung, Manusia itu sebaiknya bersikah sedetrhana dan bersyukur kepada Allah swt atas apapun dan berapapun nikmat yang telah diberikan oleh Allah swt kepadanya.

Al Marhum Ki Ageng Tunggul Wulung dan Isterinya tidak perlu dikultuskan, dilebih-lebihkan, supaya bersikap biasa saja dalam menghormati jasa siapapun, yang bisa diambil dari seseorang baik yang masih hidup/sudah meninggal dunia adalah mengambil sisi yang baik yang benar saja untuk diajadi cermin generasi penerusnya atau kita yang ada pada saat ini.

Pada suatu malam Jumat Pon, Ki Ageng Tunggul Wulung memohon petunjuk kepada Yang Maha Agung di bawah pohon Timoho di dekat Sungai Progo. Ki Ageng Tunggul Wulung serta istri dan tujuh orang pengawalnya serta Nyai Dakiyah akhirnya moksa. Binatang-binatang peliharaan Ki Ageng juga moksa, yaitu burung perkutut, burung gemak, macan gembong, macan kumbang, macan putih, nogo ijo, nogo ireng, dan ayam jago "wiring kuning".[2] Tempat moksanya diberi batu nisan layaknya makam.[1] Nisan ini sekarang telah diberi cungkup berbentuk rumah tembok dengan ukuran sekitar 8 meter x 6 meter. Di depan cungkup tersebut dibangun pendapa sebagai salah satu tempat persembahan dan perebutan hasil bumi  sesajen kirab Upacara Tradisi Merti Dusun Ki Ageng Tunggul Wulung.

Demikianlah sedikit kisah dan letak makam ki ageng tunggul wulung, tetapi menurut sumber lain ada yang mengatakan bahwa makam ki ageng tunggul wulung berada di daerah Ambarawa.
Silakan dikoreksi, diperbaiki, disempurnakan, DAN MINTA MAAF ATAS KEKELIRUAN DALAM TULISAN INI.


EmoticonEmoticon